Menari di bawah hujan
abu...
Saya nggak pernah terlibat dalam sebuah social movement
apapun sebelumnya dalam hidup saya. Tapi ketika salah seorang teman mengirimkan
sebuah chat ajakan, atau undangan buat liputan sih lebih tepaynya, ke saya
untuk ikutan kegiatan ini, nggak tau kenapa saya langsung minat dan excited
banget buat ikutan.
One Billion Rising adalah sebuah social movement yang udah
banyak diadakan di luar negeri, salah satunya di Amerika. Gerakan ini adalah
gerakan untuk menolak kekerasan pada wanita. Misalnya kaya KDRT, atau cewek
yang sering dipukulin pacarnya, dan semacemnya. Saya nggak seberapa paham
sejarah dibikinnya gerakan ini, yang saya tahu, di Surabaya ini sudah dua
kalinya kegiatan ini diadakan serentak di seluruh dunia setiap tanggal 14
Februari, pas hari Valentine.
Valentine tahun ini adalah pertama kalinya saya ikutan
kegiatan ini. Seperti yang saya bilang di awal, nggak tahu kenapa saya langsung
aja gitu tertarik buat ikutan. Saya merasa terpanggil, tsaaaah hahahahaha. Eh
iya loh tapi, seriusan, saya merasa “oke, aku harus ikut, karena ini keren
banget, karena ini penting banget buat perempuan” kaya gitu-gitu. Dan seketika
jiwa feminist saya naik beberapa level ahahaha.
Jadi, di kegiatan One Billion Rising ini kita akan diajakin
flashmob, atau nari bareng. Gerakan koreonya boleh ngikutin yang di Amerika
sana, boleh kreasi sendiri. Begitupun theme song-nya yang berjudul Break The
Chain. Pertama kali saya denger lagunya, plus mengamati setiap liriknya, saya
nggak bohong dan bukan bermaksud lebay, saya merinding dan sampe mau mewek
dengernya. Lirik nya motivating banget. Seakan sebagai perempuan kita diingatkan,
“eh kamu tuh berharga, jangan mau direndahkan, jangan mau disakitin. Kamu punya
masa depan, kamu cantik, dan kamu hebat.”
Jam 9 pagi agak telat dikit, menerjang hujan abu vulkanik
erupsi Gunung Kelud malam sebelumnya, saya tiba di Taman Bungkul. Sempet
deg-degan takut telat ikutan nari, tapi ternyata temen-temen OBR Surabaya masih
pada gladi resik. Syukurlah bisa nimbrung bentar buat latihan dikit-dikit. Udah
lama banget nggak senam, nggak nari, sejujurnya, I hate dancing, dengan gerakan
koreo sesimpel dan sesebentar itu, udah lumayan bikin saya ngos-ngosan ternyata
ahahaha.
Begitu udah dimulai narinya, yang disebut “rise” oleh
temen-temen OBR Surabaya, saya langsung merinding. Kompak bangeeeeet semuanya
nari dengan bahagia ya ampuuunn :”)
Ada banyak temen-temen dari Paguyuban CakNing Surabaya,
bapak-bapak dan ibu-ibu Disbudpar, dari Goethe Zentrum, dari UK Petra, terus
nggak tau dari mana lagi.
Sambil nari, sambil dengerin liriknya, kalo itu tempat nggak
lagi rame, mungkin saya bisa jongkok di pojokan nangis saking terharunya.
Segininya usaha orang-orang ini untuk melawan kekerasan pada wanita. Segininya
usaha orang-orang ini untuk mengingatkan tentang kekerasan pada wanita. Apalagi
dengan jumlah yang menurut saya nggak sedikit, mereka rela tetap datang di
bawah hujan abu yang lumayan tebal.
All rise for justice! *tebak aku dimana hihihi* |
Kekerasan pada wanita mungkin adalah hal yang sering kita
dengar di kehidupan sehari-hari. Kekerasan disini bukan cuma yang kayak dipukulin
gitu, tapi juga dilecehkan secara fisik maupun mental. Pokoknya yang bersifat
merendahkan wanita. Hal yang kaya gini tanpa kita sadari sering terjadi di
sekitar kita, apalagi di Indonesia yang budaya patriarkalnya masih sangat
kental sekali. Men dominate women, men are more superior than women. Laki-laki
menguasai wanita, karena laki-laki dianggap lebih kuat. Halo kalian, anggapan
lebih kuat atau superior bukan berarti kalian bisa lebih seenaknya pada wanita
ya.
Selesai nari, ada acara bikin kartu pos juga. Ini bikinan saya hihihi |
Wanita seringkali jadi korban dalam hal atau kasus kaya
gini. Nggak jarang, udah dianggap sebagai korban, dianggap sebagai penyebab
juga. Dengan alasan-alasan lucu misal karena pake rok mini, karena pake baju
seksi, dll. Dalam hal ini wanita juga perlu diingatkan, jadilah wanita yang
bijaksana. Kamu lah yang mengontrol tubuhmu, mengontrol dirimu.
Kontrol diri, itulah alasan One Billion Rising memilih
menari sebagai cara untuk menyuarakan aksi mereka. Dengan menari, kita
mengontrol diri dan membebaskan diri kita untuk bergerak. Ya, membebaskan,
sebagaimana harusnya perempuan bisa mengontrol dirinya sendiri dan bebas dari
kekerasan.
Selamat hari Valentine!
No comments:
Post a Comment